KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah pengantar
kesejahteraan sosial sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Tugas
ini berisi tentang hasil analisis Tugas pengantar kesejahteraan sosial ini di
susun untuk melengkapi penilaian dosen, dengan harapan tugas ini dapat membuat
mahasiswa mengerti dan memahami mengenai mata kuliah pengantar kesejahteraan sosial.
Terima
kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah pengantar
kesejahteraan sosial yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah
ini.
Akhir
kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini tentunya
masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………. i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………… ii
BAB
I
PENDAHULUAN…………………………………………………………..
1
1.1
LatarBelakang ………………………………………………………….. 1
1.2
RumusanMasalah …………………………………………………….... 1
1.3
Tujuan ……………………………………………………...…………… 1
BAB
II
PEMBAHASAN.
…………………………….………..………….……..... 2
2.1Pengertian
dan pembahasan….....…………………………………..…. 2
BAB III
PENUTUP……………………………………………………..………..…
13
Kesimpulan ……………………………………………………………….. 13
Daftar pustaka …………………………………………………………….. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di
Indonesia masalah perdagangan orang masih menjadi sala satu ancaman besar
dimana setiap tahun hampir ribuan perempuan dan anak di Indonesia yang harus
menjadi korban trafficking yang terkadang tidak pernah merasa bahwa dirinya
adalah korban, pemasalahan ini bukanlah masalah baru dan tidak hanya terjadi di
Indonesia saja melainkan di Negara-negara lain juga terjadi. Bahkan masalah
perdagangan orang sebenarnya telah terjadi sejak abad ke empat dimana pada masa
itu perdagangan orang masih merupaan hal biasa terjadi dan bukanlah merupakan
bentuk suatu kejahatan dimana saat itu masih marak-maraknya perbudakan manusia
dimanaseorang manusia dapat diperjual belikan dan dijadikan sebagai objek
keadaan seperti itu terjadi dan marak karena masih kurangnya pemahaman bahwa
setiap manusia memiliki harkat dan derajat yang sama tanpa adanya perbedaan
satu sama lain. dan hal itu terus mengalami perkembangan sampai dengan sekarang
tanpa dapat dicegah.
Merupakan suatu permasalahan lama yang kurang
mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di permukaan
padahal dalam prakteknya sudah merupakan permasalahan sosial yang berangsur
angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai
obyek sekaligus sebagai subyek dari trafficking. Selain masalah utama
Kurangnya upaya hokum pencegahan yang kuat bagi para pelaku, masalah ini juga
didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti dan paham
akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktek trafficking.
Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini
tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus berkembang.
Dalam hal ini maka selain mendesak pemerintah untuk teru mengupayakan adanya
bentuk formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan
tindakan tegas bagi pelaku maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar
masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktek trafficking sehingga
tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai dengan maksimal dengan
adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat Dalam sejarah
perkembangan kejahatan, perdagangan perempuan dan anak-anak termasuk didalam
kejahatan yang terorganisir (organized crime) yang artinya suatu
kejahatan yang dilakukan dalam suatu jaringan yang terorganisir tapi dalam
suatu organisasi bawah tanah dan dilakukan dengan cara canggih karena pengaruh
kemajuan tekhnologi informasi dan transformasi sehingga batas Negara hampir
tidak dikenal apalagi dengan pengawasan yang
tidak ketat di daerah perbatasan
atau tempat pemeriksaan imigrasi juga mempermudah terjadinya tindak pidana
perdagangan orang dan sifatnya lintas Negara. Perdagangan orang merupakan salah
satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang
terutama perempuan dan anak termasuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi
manusia. dan Isu perdagangan manusia atau trafficking
khususnya perempuan dan anak beberapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di
berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus
tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan
aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam
mengatasi permasalahan tersebut.
Kasus-
kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang
lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan
sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil
diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya
adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan
perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV
dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan
bahwa trafficking merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan
mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi
citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada
pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
Dari
uraian tersebut di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa
itu perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak, bagaimana bentuk, tujuan
dan pola perdagangan serta upaya penanggulangannya.
B.
Tujuan
Tujuan
dari isi makalah ini adalah :
a. Mengetahui dan memahami
lebih jauh dari Human Trafficking
b. Mengerti cara mencegah dan
menanggulangi Human Trafficking
c. Dapat memberikan tindakan
nyata sebagai bentuk rasa simpati terhadap korban Human Trafficking
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Human Trafficking
Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai :
Perekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman,
atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan,
penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi
atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB
tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap
Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai
Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a.
Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu
kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat
tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak
harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b.
Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin
tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan
atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang,
terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai
pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan
trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis
tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan
kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja
yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Sedangkan
Global Alliance Against Traffic in Woman
(GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking):
Semua
usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan,
transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan
atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan
orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan
(domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi
perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal
pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Dari
definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Rekrutmen dan transportasi manusia
2.
Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
3.
Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan
B. Faktor
Penyebab Human Trafficking
Tidak ada
satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di
Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam
kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:
1. Kemiskinan
Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin
terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999,
walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002,
kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan
untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks
komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah
pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga
kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga
beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
a. Keinginan
cepat kaya
Keinginan
untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang
mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan
hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia
prostitusi.
b.
Pengaruh sosial budaya
Disini
misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial.
Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk
menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan.
Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase
46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum
mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah
sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut.
Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan.
Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan
pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur,
penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas,
perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.
Masing-masing
isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan anak
perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini
dikarenakan:
1.
Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai
bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan
untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan
jika mengalami kekerasan dan eksploitasi.
2.
Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang
eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham
hak-haknya.
3.
Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan
kekuatan tawar-menawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang
eksploitatif dan perdagangan.
c.
Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan
orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat
rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta
kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena
dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran,
khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen
dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk
memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Contoh,
seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian
VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong, Kalimantan
Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah umur.
d. Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Korupsi
di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari, karena
baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena
itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan
dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan
kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak
korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur
mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di
kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari
bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang
berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat
mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat
dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus
mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di
Indonesia.
Untuk
penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia
sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi,
sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada
sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan koneksi untuk
memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak
mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik
pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung.
e. Media massa
Media
massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi
yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal
dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru
memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong
menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.
f. Pendidikan
minim dan tingkat buta huruf
Survei
sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia
berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2%
tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000
terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke
SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta
aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga
tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan
tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu,
mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi
atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya
yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan
masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi
untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara
lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh
seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat
mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda,
mengarah ke eksploitasi.
C. Bentuk-Bentuk
Trafficking
Ada
beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak.
1.
Kerja
Paksa Seks & Eksploitasi seks, baik di luar negeri maupun di wilayah
Indonesia
2.
Pembantu
Rumah Tangga (PRT), baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
3.
Bentuk Lain dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di
wilayah Indonesia
4.
Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di
luar negeri
5.
Pengantin Pesanan, terutama di luar negeri
6.
Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di
Indonesia
7.
Trafficking/penjualan Bayi, baik di luar negeri
ataupun di Indonesia
Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan
perempuan antara lain :
1.
Anak-anak jalanan
2.
Orang yang sedang mencari pekerjaan dan tidak
mempunyai pengetahuan informasi yang benar mengenai pekerjaan yang akan dipilih
3.
Perempuan dan anak di daerah konflik dan yang menjadi
pengungsi
4.
Perempuan dan anak miskin di kota atau pedesaan
5.
Perempuan dan anak yang berada di wilayah perbatasan
anatar Negara
6.
Perempuan dan anak yang keluarganya terjerat hutang
7.
Perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, korban
pemerkosaan
D.
Undang-Undang tentang Trafficking
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
1.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285,
287-298; Pasal 506
2.
UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal
2,6,9,11,12,14,15,16)
3.
UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO
No. 138 tentang Usia Minimum yang Diperbolehkan Bekerja)
4.
UU RI No. 1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No.
182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
5.
UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk
Mengeliminasi Diskriminasi Rasial)
6.
Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
E.
Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu
bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan
yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian
profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang
memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim
maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah
(kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun
internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi
sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya
perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin
memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan
perempuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar korban
mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat
penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat
penegak hukum lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi
dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat penegak hukum di
negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui
mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan
perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam
pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO, dan Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention of Child
Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah :
1.
Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menegah Atas untuk Fmemperluas angka
partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan,
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak
perempuan setelah lulus sekolah dasar,
3.
Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk
memfasilitasi kenaikan penghasilan,
4. Menyediakan
pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha
sendiri,
5. Merubah
sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.
F. Hambatan
Pemberantasan Trafficking
Upaya
penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan dan anak
mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama
ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya
tersebut, yaitu antara lain:
1.
Budaya masyarakat (culture)
Anggapan
bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang berhubungan
dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah
melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang
ada di masyarkat tersebut masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat
dalam melihat persoalan kekerasan perempuan khususnya kekerasan yang dialami
korban perdagangan perempuan dan anak.
2.
Kebijakan pemerintah khususnya peraturan
perundang-undangan (legal substance)
Belum
adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan
perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN
penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih
kurangnya pemahaman tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi
RAN anti trafficking tersebut.
3.
Aparat penegak hukum (legal structure)
Keterbatasan
peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan perempuan dan anak
berdampak pada penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami
kesulitan karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban
bekerja dilihat sebagai proses kriminalisasi biasa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trafficking merupakan permasalahan klasik yang sudah ada sejak
kebudayaan manusia itu ada dan terus terjadi sampai dengan hari ini. Penyebab
utama terjadinya trafficking adalah kurangnya informasi akan adanya trafficking,
kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta keterampilan yang
dimiliki oleh masyarakat terutama mereka yang berada di pedesaan, sulitnya
lapangan pekerjaan selain itu juga masih lemahnya pelaksanaan hukum di
Indonesia tentang perdagangan orang. Situasi ini terbaca oleh pihak
calo,sponsor,rekruter untuk mengambil manfaat dari keadaan ini dengan
mengembangkan praktek trafficking di tempat-tempat yang diindikasikan
mudah menjerat para korbannya.
Untuk
memberantas dan mengurangi trafficking memerluan juga kerja sama lintas
Negara serta peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan. Selain itu
penyedian perangkat hukum yang memadahi untuk skala internasional, regional
bahkan lokal juga penegakan hukum oleh apart hukum untuk menghambat laju
pergerakan jaringan trafficking. Bahkan tindakan pemberian sanksi yang
berat terhadap pelaku trafficking dan perlindungan terhadap korban juga
harus diperhatikan. Dan yang tak kalah pentingnya dengan sosialisasi isu
tentang perdagangan anak dan perempuan terhadap semua komponen masyarakat
sehingga masalah ini mendapat perhatian dan menjadi kebutuhan yang mendesak
untuk diperjuangkan dan mendapatkan penanganan yang maksimal dari semua pihak.
B. Saran
Yang dapat Anda lakukan jika Anda, Saudara atau teman Anda menjadi korban
perdagangan (trafficking) Berikan dukungan secara penuh, dan :
1.
Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat tanggal, tempat
kejadian serta ciri-ciri pelaku,
2.
Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan
permasalahan yang terjadi. Minta Ftolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,
3. Laporkan
segera kepada aparat kepolisian terdekat,
4.
Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga Bantuan
Hukum (LBH),
5. SKonsultasikan
kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu organisasi
perempuan, organisasi masyarakat yang memahami pola perdagangan (trafficking).
DAFTAR
PUSTAKA
Editor,
“Sosialisasi Bahaya Trafficking”, Jurnal Perempuan, Edisi 15 Februari
2005
Handhyono,
Suparti. Human Trafficking dan Kaitannya dengan Tindak Pidana KDART,
Makalah dalam Seminar di Kota Batu-Malang, tanggal 30 November 2006.
Hartiningih,
Maria. Feminisme Migrasi dalam Migrasi Internasional,
http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?.
(diakses tanggal 20 November 2010)
Jannah,
Fathul et.al., Kekerasan terhadap Istri. Yogyakarta: LKIS,2003.
Komnas
Perempuan, Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia, Jakarta,
Ameepro,2002
NN,
Aliansi Global Menentang Perdagangan Perempuan: Standar HAM untuk
Perlakuan terhadap Orang yang Diperdagangkan, 1999
NN,
Mematahkan Persepsi Anak Perempuan sebagai Asset Bakti vs. Eksploitasi: http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?.
(diakses tanggal 20 November 2010)
Yentriyani,
Andi. Politik Perdagangan Perempuan. Yogyakarta: Galang Press, 2004.